-->

Penutupan Lokalisasi Km 10 Harus Disosialisasikan


Ilustrasi

SAPA (TIMIKA) – Wacana tentang penutupan lokalisasi di Kilometer (Km) 10, mendapatkan tanggapan dari Ketua Badan Musyawarah Kampung (Bamuskam) Kadun Jaya. Dimana Ketua Bamuskam meminta adanya sosialisasi dan solusi, apabila lokalisasi ini benar-benar ditutup.

Ketua Bamuskam Kadun Jaya, Abdul Rohi yang ditemui Salam Papua beberapa waktu lalu dikediamannya mengatakan, terkait dengan wacana penutupan lokalisasi di Km 10 ini, dirinya memang sudah mengetahui. Dimana Bupati Eltinus Omaleng pernah menyampaikan kepada dirinya, bahwa akan dilakukan penutupan terhadap lokalisasi ini. Walaupun demikian, Bupati juga sudah menyampaikan, penutupan tidak serta merta, tetapi akan dilakukan sosialisasi terlebih dahulu.

“ Rencana penutupan ini pernah disampaikan langsung oleh Bupati. Dimana, kalau jadi dilakukan penutupan akan dilakukan sosialiasi terlebih dahulu”kata Rohim.

Ia menambahkan, sebagai Ketua Bamuskam pihaknya tunduk dan patuh terhadap aturan dan kebijakan yang dari pemerintah. Namun demikian, perlu adanya kajian yang mendalam dan matang terhadap rencana penutupan lokalisasi ini. Mulai dari dampak, solusi, dan tindaklanjut dari rencana penutupan ini.

“ Penutupan boleh-boleh saja, tapi harus ada kajian terhadap rencana itu. Jangan sampai setelah ditutup, akan muncul masalah baru. Karena disini manusia bukan hewan,”ujarnya.

Lanjutnya, dirinya tidak mengatakan harus buka terus atau tutup, tetapi pemerintah daerah harus benar-benar memperhatikan masalah ini. Apalagi rumah-rumah yang ada disini bukan tanah negara, namun tanah milik. Berbeda dengan daerah lain, seperti Jakarta, dimana lahan yang digunakan untuk tempat lokalisasi adalah milik negara.

“ Dalam waktu dekat, rumah-rumah ini akan muncul sertifikat. Jadi kami minta apabila ada wacana penutupan harus ada sosialisasi. Dan selama ini pemda belum melakukan sosialisasi tersebut,”tuturnya.

Selain itu, kata Rohim, selain sosialisasi harus ada solusi yang tepat, apabila pemerintah benar-benar menutup lokalisasi. Ini karena, lokalisasi Km 10 ini memiliki 275 wisma. Dengan kondisi ini, banyak masyarakat yang menggantungkan nasibnya atau mengais rejeki dari tempat ini, seperti warung makan, tukang ojek, dan lainnya. Sehingga kalau ditutup, mereka ini akan kemana untuk mendapatkan rejeki. Walaupun rejeki itu sudah diatur oleh Tuhan YME, namun perlu dipikirkan lagi.

Lanjutnya, ditambah lagi, dari 275 wisma yang ada di lokalisasi ini, dalam satu tahun pajak yang dibayarkan kurang lebih sebesar Rp700 juta.

“ Selain warung makan dan tukang ojek, juga ada pramuria yang hidup disini. Mereka bekerja di lokalisasi ini untuk menghidupi keluarganya. Apalagi mereka datang dari berbagai tempat, kalau ditutup mereka mau kemana?”tutur Rohim.

Lebih jauh lagi ia mengatakan, kalau tidak ada tempat atau tujuan dari pramuria tersebut, bisa jadi akan berkeliaran di kota, dan ini semakin tidak terkontrol. Padahal di Km 10 ini, para pramuria lebih terkontrol, karena adanya Komisi Penaggulangan AIDS (KPA) dan Malcon. Ditambah lagi, aturan yang ada disini sangat ketat. Dimana setiap pramuria yang datang harus menjalani pemeriksaan dan karantina oleh petugas. Apabila dinyatakan sehat, maka pramuria diperbolehkan untuk bekerja. Tetapi kalau tidak, pramuria tersebut dipulangkan kembali.

“ KPA selalu mengontrol kesehatan dari pramuria di lokalisasi ini. Sehingga lebih sehat, dibandingkan nantinya mereka berada di luar,”kata Rohim.

Ia mengatakan, yang seharusnya lebih ditertibkan itu tempat hiburan malam (THM), timung, dan rumah kontrakan. Karena ditempat tersebut, juga terjadi transaksi seksual.

“ Saya di Timika ini sudah puluhan tahun. Jadi tahu apa yang terjadi di daerah ini. Dengan demikian diharapkan kepada Bupati, Wakil Bupati, dan perangkatnya untuk mencari solusi,  apabila lokalisasi ini jadi ditutup,”ungkapnya. (Red)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Banner IDwebhost

Iklan Bawah Artikel

Iklan Bawah Artikel