-->

Kemendes PDTT Nilai Transmigrasi Alami Revitalisasi dan Perubahan Orientasi

Kemendes PDTT Nilai Transmigrasi Alami Revitalisasi dan Perubahan OrientasiJAKARTA, LELEMUKU.COM - Indonesia melaksanakan program transmigrasi sejak tahun 1956. Dalam 63 tahun ini, program tersebut berhasil menciptakan lebih dari 1.336 desa definitif di luar Pulau Jawa, 35 kecamatan, 104 kabupaten, dan bahkan dua ibukota provinsi. Untuk mempercepat kemajuan pembangunan, pemerintah mengembangkan kawasan itu sebagai Kawasan Terpadu Mandiri.

Kawasan pertanian yang sepi dengan rumah penduduk yang jarang adalah gambaran area transmigrasi pada 20 atau 30 tahun lalu. Seiring waktu, apa yang dulu disebut sebagai daerah trasmigrasi kini telah berubah menjadi kota-kota, baik kecil maupun besar. Pemerintah bahkan tahun ini telah menetapkan 22 kawasan sebagai Kawasan Terpadu Mandiri (KTM).

Menurut M. Nurdin, Direktur Jenderal Pengembangan Kawasan Transmigrasi, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT), pemerintah menetapkan standar tertentu untuk menentukan KTM.

“Kawasan mandiri itu berkembang. Artinya dari segi infrastruktur ada banyak. Jalan, listrik, air, kebutuhannya terpenuhi. Dari segi ekonomi, diukur pendapatan perkapita-nya, kemudian angka penganggurannya berkurang. Dari sisi sosial, angka harapan hidup tinggi. Rasio anak sekolah, bagus. Angka-angka itu indikator dari kita, dalam aspek sosial, ekonomi, dan fisik. Ada indeks yang kita pakai untuk menyatakan bahwa kota itu mandiri,” kata Nurdin.

Tidak seperti di era Orde Baru, sewaktu transmigrasi dijalankan dengan membuka wilayah baru, konsep saat ini telah berubah. Menurut Nurdin, daerah tujuan transmigrasi ditentukan dengan pendekatan pengembangan kawasan. Di wilayah-wilayah tertentu yang mengalami kekurangan, dilakukan analisa, kemudian diterapkan program yang tepat. Tujuannya bukan menciptakan wilayah baru, tetapi meningkatkan skala ekonomi.

Namun, bukan berarti tidak ada pembukaan kawasan baru. Nurdin memastikan, konsep awal program transmigrasi itu tetap dijalan tetapi tidak lagi besar. Di era Orde Baru, dalam satu tahun pemindahan penduduk melalui program ini bisa mencapai 100 ribu kepala keluarga dalam satu tahun. Kali ini, angka yang ditargetkan jauh di bawahnya. Pemerintah juga lebih hati-hati dalam menentukan daerah tujuan transmigrasi dengan memperhatikan integrasi sosial.

Kemendes PDTT saat ini sedang melaksanakan program revitalisasi kawasan transmigrasi. Program ini dijalankan bekerja sama dengan banyak kampus perguruan tinggi, baik di Jawa maupun di daerah tujuan transmigrasi. Tujuannya adalah menata kembali kawasan, dari banyak sisi.

“Program revitalisasi dijalankan karena dulu daerah tujuan transmigrasi itu punya tata ruang yang bagus. Desain kawasannya. Tetapi begitu sudah jadi dan padat, tidak sebagus konsepnya. Dulu itu, misalnya antara rumah dan jalan ada jarak yang lebar, sekarang rumah-rumah penuh di pinggir jalan,” kata Nurdin.

Kabupaten Kubu Raya di Kalimantan Barat adalah salah satu tujuan transmigrasi sejak awal program ini dilakukan. Desa-desa pertama dibuka pada 1956, dan seperti juga di daerah lain, pertanian menjadi sektor utama. Kubu Raya saat ini juga menjadi salah satu wilayah yang dipilih pemerintah dalam pengembangan Kawasan Terpadu Mandiri.

Kabupaten ini masih memiliki potensi sekitar 40 ribu hektar lahan sawah. Dalam hitungan Kemendes PDTT, pengembangan kawasan akan membuka lapangan pekerjaan dalam jumlah besar pada proses pengembangan kelembagaan, infrastruktur pendukun, proses produksi pertanian, pasca panen, dan sektor bisnis.

Selain itu, sebagai wilayah yang menerima transmigran sejak akhir tahun 50-an, Kubu Raya memiliki kawasan-kawasan yang telah berkembang pesat. Kawasan ini, yang sebagian ditetapkan sebagai KTM, akan memacu perkembangan di daerah sekitarnya.

Bupati Kubu Raya, Muda Mahendrawan mengatakan, revitalisasi kawasan transmigrasi membantu daerah itu untuk membangun desa-desa.

“Kubu Raya sekarang sedang berproses untuk memperkuat desa-desa, termasuk kawasan transmigrasi. Dan Kubu Raya adalah kawasan transmigrasi terbesar, dan juga jumlah desa-desa trans sangat banyak. Program ini adalah sekaligus peluang untuk memaksimalkan aset-aset yang dulunya telah dibangun oleh Kementrian Transmigrasi, nah sekarang direvitalisasi dan dioptimalkan lagi,” ujar Muda Mahendrawan.

Muda menjelaskan, Kubu Raya memiliki sejumlah persoalan lama yang belum dapat diselesaikan. Salah satunya adalah kualitas air bersih yang menurutnya menjadi penentu bagi faktor kesehatan masyarakat. Kubu Raya juga masih didera persoalan stunting, yang coba diatasi lewat pengembangan sektor pertanian, khususnya jagung dan peternakan.

Program revitalisasi kawasan transmigrasi, diharapkan Muda juga bisa menjadi jawaban untuk masalah ketersediaan lapangan pekerjaan. “Kita harus mengurangi pengangguran, terutama pengangguran di usia muda, membutuhkan jalan keluar yang lebih cepat. Kita harus mencari apa formulanya,” tambah Muda Mahendrawan.

Dalam rapat koordinasi nasional transmigrasi yang dilaksanakan awal Agustus 2019 di Jakarta, Kemendes PDTT telah menetapkan 63 kawasan transmigrasi akan direvitalisasi selama 2020-2024. Fokusnya dalam pengembangan ekonomi agar masing-masing kawasan itu bisa menjadi penggerak pengembangan wilayah sekitarnya.

Data Kemendes PDTT mencatat, saat ini telah ada 619 kawasan transmigrasi dan 48 kawasan dalam program revitalisasi. Di dalam luas kawasan mencapai lebih dari 4,4 juta hektar, ada 4,2 juta transmigran. Lahan produktif di kawasan transmigrasi mencakup 1.001.070 hektar sawah, 310.332 hektar lahan jagung, 1.144.080 perkebunan sawit, dan 429.030 hektar perkebunan karet. Jika dijumlahkan, pendapatan penduduk di kawasan transmigrasi ini mencapai Rp 17 triliun per tahun. (VOA)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Banner IDwebhost

Iklan Bawah Artikel

Iklan Bawah Artikel