-->

Dua Kubu yang Berkonflik di Kwamki Narama Sepakat Berdamai


Waemun dan masyarakat masing-masing kubu saling bersalaman dan memaafkan setelah menyatakan berdamai. SAPA/Saldi

SAPA (TIMIKA) – Dua kubu keluarga yang selama ini terlibat konflik di Distrik Kwamki Narama, Kabupaten Mimika, Papua, selama kurang lebih tiga bulan lamanya, sepakat mengakhiri perseteruan melalui prosesi adat patah panah yang berlaku bagi masyarakat pegunungan tengah Papua, Selasa (23/8), di Kwamki Narama.

Prosesi ini dihadiri oleh dua pemerintahan daerah Kabupaten Mimika dan Kabupaten Puncak, yang disaksikan langsung Wakil Bupati Mimika Yohanis Bassang dan Sekda Mimika Ausilius You, serta Bupati Puncak Willem Wandik. Bahkan turut hadir dan menyaksikan prosesi ini dari masing-masing anggota DPRD kedua Kabupaten, pihak Kepolisian, TNI, tokoh masyarakat dan tokoh agama.

Prosesi inti dalam perdamaian ini adalah memanah anak babi oleh masing-masing kubu yang menyatakan sepakat berdamai. Usai memanah babi hingga tewas ditempat dan menjadi pertanda konflik telah usai, kedua kubu di wakilkan masing-masing Waemum atau kepala perang saling bersalam-salaman, kemudian dilanjutkan penandatanganan pernyataan kesepakatan perdamaian yang berisi perjanjian perdamaian kedua kubu.

Dari kubu atas ditandatangani oleh Hosea Ongomang, Pianus Ongomang, Dominggus Ongomang dan Demi Ongomang. Sementara dari kubu bawah ditandatangani oleh Atimus Komangal, Abner Kiwak dan Jamanus Komangal, serta ditutup oleh kepala suku besar Ilaga, Kabupaten Puncak, Jomi Kogoya yang turut hadir mendamaikan masyarakatnya.

Atimus Komangal sebelum menandatangani pernyataan perdamaian, menyampaikan secara tegas  bahwa setelah dirinya menandatangani pernyataan itu maka tidak ada lagi permasalahan yang terjadi dari kedua keluarga baik Komangal maupun Ongomang.

“Saya tanda tangan ini berarti hari ini masalah selesai, karena kita ini satu keluarga. Saya tidak mau lagi ada perang dan ini saya nyatakan saat ini,” tegas Atimus.

Sementara itu Abner Kiwak juga menyatakan bahwa saat ini masih terdapat korban konflik yang terkena anak panah baik yang berada di rumah sakit maupun dirumah-rumah masyarakat. Jika kedepannya ada mengakibatkan yang meninggal dunia, maka itu akan menjadi tanggungjawab masing-masing pihak. Jika korbannya dari kubu bawah, maka kubu bawah yang akan bertangungjawab terhadap korban, begitu juga sebaliknya kubu atas.

“Barang siapa yang kena panah dan sekarang ada dirumah sakit dan meninggal, itu tanggungajawab saya dari kubu bawah, begitu juga kubu atas harus tanggungajwab korban kubu atas,” kata Abner.

Arahan-arahan untuk menghentikan konflik serta perbuatan tindak pidana, dan bersatu untuk membangun Kwamki Narama dalam keadaan dan situasi yang aman dan tentram, disampaikan oleh semua pejabat yang hadir dalam prosesi perdamaian ini. Bahkan masyarakat meminta pemerintah untuk segera melaksanakan program pembangunan di Kwamki Narama jika itu ada dan di programkan dalam APBD Mimika tahun 2016, begitu juga untuk tahun-tahun berikutnya. Selanjutnya sesegera mungkin melaksanakan perbaikan atau penanganan pasca konflik di Kwamki Narama.

Kedepannya, secara tegas disampaikan Kapolres Mimika AKBP Yustanto Mujiharso, jika terjadi tindak pidana di masyarakat baik di Kwamki Narama maupun sekitarnya, maka tidak melibatkan kelompok, melainkan itu merupakan masalah individu. Selanjutnya jika hal itu terjadi, maka Kepolisian dibantu TNI akan menindak tegas dan melakukan proses hukum terhadap oknum-oknum yang berbuat tindak pidana.

“Kita akan tegakkan hukum positif, dan barang siapa yang berbuat tindak pidana, kita akan proses hingga ke pengadilan, sesuai aturan hukum yang berlaku,” tegas Kapolres.

Konflik keluarga yang menyebabkan perang adat di Kwamki Narama sejak bulan Mei 2016, dilatar belakangi dendam lama ketika perang adat tahun 2012 silam. Dimana hal itu diawali meninggalnya almarhum Fredy Kiwak pada Mei lalu di RS Cikini Jakarta. Fredy Kiwak merupakan korban terkena anak panah pada konflik 2012 silam, dan meninggal pada Mei 2016. Dari situ terjadi ketegangan antar kedua kelompok warga dan menyebabkan tewasnya Jakson Komangal akibat dipanah orang tak dikenal (OTK) pada 8 Mei. Setelah jasad Jackson Komangal di makamkan dengan prosesi adat dibakar atau di kremasi pada tanggal 9 Mei, maka tepatnya pada tanggal 11 Mei terjadi konflik perang adat antar kedua kubu hingga bulan Agustus 2016. (Saldi Hermanto/CR 3)    

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Banner IDwebhost

Iklan Bawah Artikel

Iklan Bawah Artikel